Front de Maine
Di bawah atap awan yang sedang mendung, Riang menutup matanya, merasakan deburan angin yang kali ini sedikit tenang. Angin seolah bersahabat, setelah beberapa hari sebelumnya menjelma menjadi duri yang menusuk-nusuk kelopak mata.
Empat tahun yang lalu, saat dia dan sang kekasih, maaf "mantan" kekasih maksudnya, benar-benar saling mencintai satu sama lain. Mengikat dan menjalin cinta begitu dalam, seperti akar dan tanah yang tak ingin dipisahkan satu sama lain.
Namun semua berubah, semua hancur dan lebur tanpa keping, setelah kejadian empat tahun lalu. Saat mata Riang melihat Ary sedang melumat habis bibir Nindi, sahabat kecilnya sendiri.
"Kamu brengsek, Ry! Kenapa harus Nindi?"
"Riang, dengerin penjelasan aku dulu..."
"Dengan kejadian bulat seperti ini, kamu masih bisa menuntut telinga ku untuk mendengarkanmu? Kamu enggak tahu malu, Brengsek!" kata-kata kotor itu benar-benar baru keluar dari kotaknya.
Riang sama sekali tak pernah mengeluarkan kata-kata kotor itu sebelumnya, meski hidupnya beberapa bulan ke belakang sedang getir-getirnya.
"Ry, maafkan aku!"
"Maafkan aku jika selama ini aku kurang" tambah Riang sambil meneteskan ribuan tetes mata.
Riang adalah gadis kuat yang tak pernah sudi menteskan air mata. Namun kali ini, air mata itu mengalir begitu saja sepereti air sungai deras. Bagaimana bisa, Ary yang salah, namun dia sendiri yang meminta maaf.
Riang tersenyum, namun detik itu juga mata Ary memerah. Bukan karena marah, namun ia benar-benar paham arti dari ekspresi senyum Riang. Menangis kemudian tersenyum, menandakan Riang benar-benar ingin menghapuskan kenangan dirinya dan Riang selama-lamanya. Ary paham betul, bahwa Riang tak mengenal kata "kesempatan kedua".
"Makasih, Ry. Makasih untuk 8 tahun kita ini ya" balas Riang dengan tetap tersenyum.
Entah darimana datangnya kekuatan itu. Beberapa belas menit lalu Riang melihat Ary dan Nindi berciuman hebat, namun Riang bisa sebaik itu dalam menguasai dan mengendalikan api di dalam hatinya. Tak habis pikir.
"Ry, jangan kejar dan cari aku lagi. Kita selesai dengan cara baik-baik detik ini juga" ucap Riang, kemudian langsung pergi.
Ary mematung. Ingin berlari untuk mengejar, namun kakinya seolah termakan semen. Ia paham betul sifat kekasihnya itu, tak bisa dilawan.
*
Riang terbangun setelah mendengar suara pramugari yang mengatakan bahwa 10 menit lagi pesawat akan lepas landas. Melarikan diri ke Prancis, bersembunyi dari kenangan-kenangan yang selama ini memburunya.
Sebentar lagi pesawan akan mendarat, semoga setelah keluar dari pesawat ini, kenangan-kengan di belakang yang menguntit dirinya, benar-benar tertinggal jauh.
"Hi France, please be good!" ucapnya sambil menarik nafas dalam-dalam.
###