Marius Briant
"Arang Nuraga Kulacino"
-
Bagaimana rasanya berselimut dengan embun?
Bagiamana rasanya menangis dengan gemercik hujan?
Bagaimana pula rasanya bersandar dengan pohon berakar padi?
Tak nikmat bukan?
Dulu kau berselimut sutera, Sayang
Air matamu menjadi genangan danau karena tak pernah mengalir
Kaki mu bahkan tak pernah getar diterjang kerikil
Surga yang kau buang, ku kira kau belajar banyak dari Adam
"Pluto Lazuardi Kanagara"
-
Deburan angin menelisik jendela
Sepoi-sepoi merongrong pintu hati
Tulang bergetar menahan rindu
Nadi menipis menahan hasrat
Edan benar...
Tak mampu berjumpa raga
Kau tiupkan hasrat rindu kepada awan
Kau celupkan rasa cemas kepada dingin
Hingga nalar ku tak berhenti memikirkanmu
Duhai sayang,
Berhentilah mengadu kepada awan
Berhentilah bercerita kepada dingin
Aku juga sudah lelah menahan rindu
Aku pun sudah lunglai menahan peluk
Tapi tolong bertahanlah...
"Elok Kukila Simfoni"
-
Ada ego yang mendingin di pagi hari,
saat aku melihat senyumanmu yang indah.
Ada emosi yang mencair di siang hari,
saat dadaku kau singgahi dengan peluk mu.
Ada amarah yang mengahangat di malam hari,
saat tanganku kau sentuh dengan kepalan mulus mu.
Hi sayang,
Tolong jangan sembunyi di balik tirai hidup mu,
aku takut kehilangan kendali mesin pikiran.
Tolong jangan terlalu jauh dari pelukku,
aku takut emosi hatiku membakar hati yang lain.
Tolong jangan lepas genggaman tangamu dariku,
aku takut lengan tangaku merobek-robek perasaan yang lain.
Berjanjilah kepadaku sayang
Jika suatu saat nanti aku pergi
Pergi dan menghilang mengadap sang Hakim Semesta
Berjanjilah untuk menjanda selamanya
Bungkamlah seluruh nafsu birahi duniawimu
Potonglah urat nadi perasaamu
Sunatlah ari-ari emosi batinmu
Tetaplah menjadi perawan hingga taman nirwana menjadi tempat bercumbu abadi kita berdua.
"Uranus Wiyata Sandyakala"
-
Aku kehilangan dirimu
Dirimu yang dulu selalu mengejar dan berjuang
Aku kehilangan dirmu
Dirmu yang pantang menyerah untuk menjinakkan egoku
Aku benar-benar telah kehilangan dirimu
Selamat jalan...
Tidak ada cerita lagi untuk kita berdua
Nikmati rasa nikmatmu yang sudah datang
Lupakan rasa cintaku yang sudah pulang
Lupakan semua dongeng yang setiap malam kuceritakan paska percumbuan kita
Semua cerita itu sudah ku bakar dalam bara api amarah tubuhku
Biarkan abu-abunya ku telan hingga menembus ulu hatiku
Kan ku jadikan ampas abunya sebagai arsip sementara dalam hidup
Semoga suatu hari nanti dapat ku muntahkan dengan lega.
"Asa Lubiru Swasasmita"
-
Bagaimana kabarmu wahai manusia yang dulunya ku panggil "sayang"?
Ah...
Manusia yang dulunya ku panggil sayang, Sayangnya sudah pergi melarikan diri
Masihkah hidungmu menarik nafas dengan teratur ketika kau tinggalkan badanku tanpa jejak?
Masihkah bibirmu bisa mencecap rasa manis gula setelah kau goreskan tusukan belati di poros hatiku?
Masihkah tanganmu bisa meraba lembut setelah kau tumpulkan seluruh jaringan logikaku?
Jika masih,
Berarti aku harus kembali mendekatkan diri kepada tuhan
Memohon untuk segera menurunkan burung-burung pembawa api seperti zaman nabi
Memerintahkah seluruh kawanan gagak jahannam untuk menggerogoti seluruh kepingan hidupmu.
Doaku haram
Doaku laknat
Doaku biadab
Tapi semoga masih ada peluang untuk terkabulkan
Maaf "sayang"
Aku tak sudi melihatmu bahagia
Nyawa dibalas nyawa adalah harga setimpal untuk membuat tidurku nyenyak
Walau ku harus mencecap neraka sebagi ganjarannya