Marius Briant






***

"Arang Nuraga Kulacino"

-

Bagaimana rasanya berselimut dengan embun?

Bagiamana rasanya menangis dengan gemercik hujan?

Bagaimana pula rasanya bersandar dengan pohon berakar padi?

Tak nikmat bukan?


Dulu kau berselimut sutera, Sayang

Air matamu menjadi genangan danau karena tak pernah mengalir

Kaki mu bahkan tak pernah getar diterjang kerikil

Surga yang kau buang, ku kira kau belajar banyak dari Adam



"Pluto Lazuardi Kanagara"

-

Deburan angin menelisik jendela

Sepoi-sepoi merongrong pintu hati

Tulang bergetar menahan rindu

Nadi menipis menahan hasrat


Edan benar...

Tak mampu berjumpa raga

Kau tiupkan hasrat rindu kepada awan

Kau celupkan rasa cemas kepada dingin

Hingga nalar ku tak berhenti memikirkanmu


Duhai sayang,

Berhentilah mengadu kepada awan

Berhentilah bercerita kepada dingin

Aku juga sudah lelah menahan rindu

Aku pun sudah lunglai menahan peluk

Tapi tolong bertahanlah...


"Elok Kukila Simfoni"

-

Ada ego yang mendingin di pagi hari,

saat aku melihat senyumanmu yang indah.

Ada emosi yang mencair di siang hari,

saat dadaku kau singgahi dengan peluk mu.

Ada amarah yang mengahangat di malam hari,

saat tanganku kau sentuh dengan kepalan mulus mu.


Hi sayang,

Tolong jangan sembunyi di balik tirai hidup mu, 

aku takut kehilangan kendali mesin pikiran.

Tolong jangan terlalu jauh dari pelukku,

aku takut emosi hatiku membakar hati yang lain.

Tolong jangan lepas genggaman tangamu dariku,

aku takut lengan tangaku merobek-robek perasaan yang lain.


Berjanjilah kepadaku sayang

Jika suatu saat nanti aku pergi

Pergi dan menghilang mengadap sang Hakim Semesta

Berjanjilah untuk menjanda selamanya

Bungkamlah seluruh nafsu birahi duniawimu

Potonglah urat nadi perasaamu

Sunatlah ari-ari emosi batinmu

Tetaplah menjadi perawan hingga taman nirwana menjadi tempat bercumbu abadi kita berdua.


"Uranus Wiyata Sandyakala"

-

Aku kehilangan dirimu

Dirimu yang dulu selalu mengejar dan berjuang

Aku kehilangan dirmu

Dirmu yang pantang menyerah untuk menjinakkan egoku

Aku benar-benar telah kehilangan dirimu


Selamat jalan...

Tidak ada cerita lagi untuk kita berdua

Nikmati rasa nikmatmu yang sudah datang

Lupakan rasa cintaku yang sudah pulang


Lupakan semua dongeng yang setiap malam kuceritakan paska percumbuan kita

Semua cerita itu sudah ku bakar dalam bara api amarah tubuhku

Biarkan abu-abunya ku telan hingga menembus ulu hatiku

Kan ku jadikan ampas abunya sebagai arsip sementara dalam hidup

Semoga suatu hari nanti dapat ku muntahkan dengan lega.


"Asa Lubiru Swasasmita"

-

Bagaimana kabarmu wahai manusia yang dulunya ku panggil "sayang"?

Ah...

Manusia yang dulunya ku panggil sayang, Sayangnya sudah pergi melarikan diri

Masihkah hidungmu menarik nafas dengan teratur ketika kau tinggalkan badanku tanpa jejak?

Masihkah bibirmu bisa mencecap rasa manis gula setelah kau goreskan tusukan belati di poros hatiku?

Masihkah tanganmu bisa meraba lembut setelah kau tumpulkan seluruh jaringan logikaku?

Jika masih, 

Berarti aku harus kembali mendekatkan diri kepada tuhan

Memohon untuk segera menurunkan burung-burung pembawa api seperti zaman nabi

Memerintahkah seluruh kawanan gagak jahannam untuk menggerogoti seluruh kepingan hidupmu.


Doaku haram

Doaku laknat

Doaku biadab

Tapi semoga masih ada peluang untuk terkabulkan


Maaf "sayang"

Aku tak sudi melihatmu bahagia

Nyawa dibalas nyawa adalah harga setimpal untuk membuat tidurku nyenyak

Walau ku harus mencecap neraka sebagi ganjarannya