Café au Lait
Hiruk-pikuk luar Starbucks benar-benar tak mengganggu konsentrasi Nabiru. Keadaan emosi yang turun naik (dinaik dan diturunkan keadaan maksudnya), benar-benar membuat telinganya menjadi kebal terhadap keadaan sekitar.
Nabiru membisu, tatapannya kosong namun penuh konsentrasi. Macbook di depan matanya memang menari-menari, namun isi kepala, terlebih isi hatinya entah berkelana kemana-mana. Angkasa, seseorang yang selalu membuatnya begitu sabar untuk menunggu. Seseorang yang selalu bisa membuatnya berkorban untuk apa pun.
"Maafkan Aku Biru, kita jangan telponan dulu ya" ucap Angkasa dalam pesan tersebut.
Singkat, namun dampaknya begitu berkepanjangan.
Nabiru menunduk. Jika boleh berbaring, mungkin dia akan berbaring di dalam kedai tersebut. Angkasa, sesuai namanya, benar-benar sulit dijangkau. Angkasa, orang yang sebenarnya bisa dianggap egois. Namun Nabiru selalu berusaha sabar, terutama menerima keadaan bahwa dia memang dihubungi jika hanya perlu saja.
Air matanya ingin mentes, namun kembali ditariknya dengan kencang agar air itu tak berubah menjadi air mata. Starbucks terlalu banyak orang untuk bisa menyaksikan konser sendu tunggal seorang Nabiru.
"Hei, are you okay?" ucap seorang pria bule berbola mata hijau
"Hai, Oui, I am fine, Merci!" balasnya dengan campuran bahasa Inggris dan Prancis
"Sure?" pria itu kembali menegaskan
"Oui, bien sûr" ucapnya sekali lagi, kali ini dengan logat Prancis yang sangat kental
"Ok! But this?" jawab pria itu sambil menunjuk tumblr Starbucks yang tumpah di samping Nabiru.
Ah astaga! Air minum dari tumblr itu ternyata sudah jatuh sejak beberapa menit lalu, namun Nabiru sama sekali tak menyadarinya. Bahkan sekarang isinya sudah kosong melompong, hanya tersisa tetesan saja. Konsentrasinya benar-benar telah berantakan.
Nabiru terlalu fokus dengan layar, namun lupa memerhatikan sekitarnya. Dia bisa saja bilang "I am fine", tapi sekitarnya? sama sekali "not really fine", dan orang-orang sekitar pun bahkan menyadarinya. Dia tak bisa mengelak lagi. Rautan wajah dan gerakan badannya sama sekali mudah ditebak oleh orang lain, atau mungkin pria yang satu ini saja yang terlalu peka dan sensitif terhadap orang lain. Entahlah, yang jelas pada saat itu Nabiru sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
*
Siang hari itu benar-benar menyengat. Kertas yang ditaruh secara asal pun mungkin bisa melepuh. Entahlah, Prancis memang serba tak stabil jika masalah cuaca. Saat dingin kedinginan, saat panas kepanasan. Indonesia memang juara jika masalah cuaca.
Nabiru menatap awan biru di langit dengan saksama. Seringkali ia menghayal, bagaimana jika seandainya dia menjelma saja menjadi awan. Agar Ia bisa terbang bebas kemana saja dia harus pergi, tanpa harus tersiksa dengan memikirkan suara hati.
"Bpppbpp..."
"Bppp... Bppp..." ponsel Nabiru bergetar. Seolah-olah meminta diri untuk segera diangkat.
"bppp...bpp..." getaran ponsel itu seolah mendesat, ayolah segara angkat. Sayangnya, Nabiru tampak begitu tak berselera mendengar suara dibalik nama itu.
"Tuttt...." kali ini pesan iMessage masuk.
"Nabiru, Aku rindu kamu :') " singkat dan jelas.
"Fuck!" balas Nabiru dalam hati.
Sebenarnya dirinya juga inging menulis dan mengirimkan pesan itu agar dapat dibaca langsung oleh Angkasa, namun dia juga sudah paham bahwa itu tak dewasa. Nanti jika itu terlanjur terkirim, akan ada rasa sesal yang datang menghampiri. Jadi memang lebih baik menahan perasaan saja. Diendapkan sampai membeku. Pokoknya jangan menulis apa pun di saat lagi marah atau hati sedang tak stabil.
Entahlah, kata rindu atau pun kangen sudah tak berarti apa-apa lagi buat Nabiru. Baginya, itu hanyalah kata tak bermakna. Dia muak dengan kata-kata itu. Benar-benar sudah muak.
*
